Jadilah Imam Yang Melayani Allah Dan Manusia

 

Minggu, Lemah Putro, 30 Juli , 2017

Pdt. Paulus Budiono

 

 

Shalom,

Kita sering berdoa kepada Tuhan memohon kekuatan, kesehatan, perlindungan, pemeliharaan-Nya dll. namun sadarkah kita bahwa Ia tidak jauh dari kita (transenden) tetapi sangat dekat dengan kita (imanen) bahkan tinggal di dalam kita? Jangan per-nah meragukan pertolongan-Nya karena Roh-Nya (= Allah sendiri) yang diam di dalam kita jauh lebih besar daripada roh yang ada di dalam dunia (1 Yoh. 4:4)! Ingat, kekuatan dan keperkasaan kita peroleh dari Roh-Nya (Zak. 4:6).

Yohanes 1:14 menegaskan bahwa Allah – Sang Firman – menjadi manusia dan diam (= skeno: bertabernakel) di antara kita. Betapa sukacita tak terkatakan bila Dia yang mahatinggi juga mahahadir (omnipresent) bersama orang yang remuk dan rendah hati (Yes. 57:15)!

Perlu diketahui 10 hukum kasih yang tertulis dalam dua loh batu disimpan di dalam Peti Perjanjian yang terletak di Tempat Mahakudus dalam Tabernakel tempat Allah hadir di tengah-tengah umat-Nya (Kel. 25:8,21). Selain hukum kasih dan hadirat Allah harus ada dalam tabernakel, diperlukan pula imam-imam yang melayani di Pelataran dan di Tempat Kudus serta imam besar yang masuk ke dalam Tempat Mahakudus satu tahun sekali di zaman Musa. Para imam ini harus melalui proses penahbisan sebelum mereka melayani Allah (Kel. 29). Semua peristiwa ini dapat kita ketahui dari Alkitab yang bukan sekadar kumpulan kitab berisikan filosofi pengalaman orang Israel, para rasul dll. tetapi Alkitab adalah Firman Allah yang membuat manusia mengenal Dia, mengenal sesama, mengenal lingkungan dan mengetahui peristiwa yang terjadi dari awal penciptaan sampai akhir zaman.

 

Apa makna tahbisan imam-imam dalam pelayanan?

 

  • Untuk mempermuliakan Allah

“Dari Yohanes kepada ketujuh jemaat yang di Asia Kecil: Kasih karunia dan damai sejahtera menyertai kamu dari Dia yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang dan dari ketujuh roh yang ada di hadapan takhta-Nya dan dari Yesus Kristus, Saksi yang setia, yang pertama bangkit dari antara orang mati dan yang berkuasa atas raja-raja bumi ini. Bagi Dia, yang mengasihi kita dan yang telah melepaskan kita dari dosa kita oleh darah-Nya – dan yang telah membuat kita menjadi suatu kerajaan, menjadi imam-imam bagi Allah, Bapa-Nya, – bagi Dialah kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya. Amin.â€

Dengan menjadi imam, kita mempermuliakan Tuhan melalui kesaksian nyanyian, pengalaman hidup bersama-Nya, berkurban untuk pekerjaan Tuhan dsb.

Disebutkan dari malaikat jemaat (pendeta) sampai seluruh jemaat Asia kecil (ada tujuh sidang) adalah imam-imam. Sesungguhnya, kita yang sudah ditebus oleh darah Yesus dijadikan imam bagi Allah Bapa untuk melayani-Nya.

Di era Musa, penahbisan para imam harus melalui prosesi pengurbanan lembu jantan muda (penghapus dosa), domba jantan kesatu tak bercela (kurban penyerahan sepenuhnya) dan domba jantan kedua tak bercela (penahbisan). Semua binatang ini disembelih kemudian darah lembu muda dipercikkan ke tanduk-tanduk mazbah dan dicurahkan ke bawah mazbah (Kej. 29:12), darah domba jan-tan kesatu disiramkan pada sekeliling mazbah (ay. 16), darah domba jantan kedua dibubuhkan pada cuping telinga dan jari kanan serta jari kaki kanan imam besar dan imam-imam lalu darah selebihnya disiramkan ke sekeliling mazbah (ay. 20).

Ada perbedaan signifikan antara pengurbanan darah Yesus dan darah binatang yang dikurbankan; ternyata darah binatang tidak mampu menghapus dosa (Ibr. 10:4) berdampak pada pelayanan yang masih ditandai dengan dosa. Dengan kata lain, pelayanan imam di zaman Perjanjian Lama cenderung dilakukan karena pera-turan secara fisik; itu sebabnya banyak imam termasuk anak-anak Harun, Hofni dan Pinehas, melayani tetapi melanggar perintah Tuhan berakibat kematian tragis (Im. 10:1-2). Jauh berbeda dengan Yesus yang menjadi Imam besar menurut peraturan Melkisedek (Ibr. 7:15-17) dan darah-Nya tidak dipercikkan ke pakaian tetapi menyentuh hati. Bila hati kita dibersihkan, pelayanan yang kita lakukan keluar dari hati yang bersyukur kepada-Nya. Perhatikan, pelayanan yang terlihat di luar dimotori/digerakkan dari dalam hati. Di zaman sekarang, kita tidak lagi disibukkan dengan pelayanan pembangunan dan pembongkaran rumah ibadah secara fisik tetapi harus lebih fokus pada pembangunan rumah rohani menyong-song Yerusalem baru.

  • Berlangsung selamanya.

Sejak awal (di Kitab Kejadian) kata imam telah muncul, misal: Firaun menikahkan Yusuf dengan Asnat, anak Potifera, imam (penyembah berhala) di On (Kej. 41:45); Abram bertemu dengan raja Salem, Melisedek, seorang imam Allah yang Mahatinggi, setelah mengalahkan lima raja dan menolong Lot (Kej. 14:18) dst. Kata ‘imam’ ini juga ditemui di Kitab Wahyu.

Alkitab Perjanjian Baru menuliskan Yesus ditetapkan menjadi Imam Besar menurut peraturan Melkisedek (Ibr. 7:14-17). Perlu diketahui, Yesus bukanlah Melkisedek tetapi Ia adalah Allah dan pelayanan keimaman-Nya berlaku selama-lamanya.

Implikasi: pelayanan keimaman bukanlah peraturan yang dibuat manusia atau agama; oleh sebab itu jangan melayani tanpa tanggung jawab atau ikut-ikutan tetapi merupakan komitmen kita kepada Allah.

Kitab Wahyu 20:6 menuliskan kriteria imam yang diinginkan Allah itulah mereka yang ikut dalam kebangkitan pertama berarti mereka beroleh hidup kekal dan menjadi imam-imam Allah dan Kristus untuk memerintah bersama-Nya selama seribu tahun. Jelas, pelayanan berkaitan dengan kekekalan.

Aplikasi: hendaknya pelayanan kita kepada-Nya – paduan suara, pemain musik, pengkhotbah, penerima tamu, penerjemah, sound system, multimedia dll. – tidak putus di tengah jalan dengan alasan apa pun tetapi melayani hingga Dia datang kembali atau kita datang dipanggil oleh-Nya.

Bagaimana seorang imam harus bersikap dan bertindak?

v Sebagai utusan TUHAN semesta alam, bibir seorang imam harus memelihara pengetahuan dan tidak menyimpang membuat orang tergelincir dengan peng-ajarannya (Mal. 2:7-8) karena ada kecurangan pada bibirnya (ay.7). Ternyata setelah melewati ribuan tahun, imam-imam tidak makin baik tetapi malah rusak membuat Allah murka.

Aplikasi: kita harus menjaga mulut bibir kita untuk tidak menyimpang dari kebe-naran, katakan ‘ya’ jika ‘ya’ dan ‘tidak’ atas ‘tidak’ sebab apa yang lebih dari itu berasal dari si jahat membuat kita terkena hukuman (Mat. 5:37; Yak. 5:12). Para imam jangan mudah melontarkan kata-kata menyakitkan dan menghakimi orang lain juga para hamba Tuhan tidak berkhotbah karena emosi tetapi berdasarkan kebenaran Firman Tuhan untuk membangun iman jemaatnya.

v Mengenal Yesus, Juru Selamat, dan datang menyembah Dia.

Ketika Raja Herodes memanggil semua imam kepala dan ahli Taurat untuk menanyakan di mana Mesias dilahirkan, mereka dapat menjawab dengan tepat di Betlehem, di tanah Yudea berdasarkan kitab nabi (Mat. 2:3-6) tetapi mereka tidak datang menyembah Dia. Justru orang Majus dari Timur begitu yakin dan ‘dituntun’ oleh bintang mereka datang bahkan memberikan persembahan terbaik bagi-Nya (ay. 9-11).

Pelajaran: jangan sebagai imam, kita malah malas menghadiri kebaktian dan kegiatan-kegiatan rohani yang diadakan oleh gereja juga tidak suka menyembah Tuhan! Ironis, kita berani mengeluarkan uang dalam jumlah besar untuk keperluan pendidikan, kesehatan, penyelenggaraan pesta tetapi begitu pelit berkurban untuk pekerjaan Tuhan. Bukankah Tuhan memberkati kita untuk menjadi berkat bagi orang lain? Ingat, Yesus berani berkurban dan pelayanan keimaman kita ditandai dengan pengurbanan darah-Nya yang tak ternilai oleh apa pun! Kita patut ber-bahagia karena pelayanan imamat di Perjanjian Baru dapat menembus Tempat Mahakudus sebab tabir sudah terobek oleh pengurbanan Kristus (Ibr. 10:20).

Ternyata kata ‘imam’ muncul sebanyak 853 kali dalam seluruh Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Ini menunjukkan keseriusan pelayanan kepada Allah.

Introspeksi: berapa sering kita beribadah dan tekun melayani-Nya? Apakah kita beribadah dengan membatasi waktu, durasi dan frekuensinya?

v Melayani Tuhan dan sesama sepanjang hidup tidak sebatas di dalam gereja.

Bagaimana melayani sesama dan membuat orang lain terbangun imannya? Dengan kata-kata halus tidak mengintimidasi namun tegas kalau memang harus menegur demi kebaikan seperti dilakukan Yesus, Imam besar, terhadap imam-imam di Efesus, Pergamus, Tiatira, Sardis dan Laodikia demi kasih-Nya agar mereka menang dan beroleh upah yang dijanjikan-Nya.

Aplikasi: kita belajar untuk dapat menerima Firman Tuhan yang bernada menghibur, menguatkan, mengoreksi agar kita dapat melayani Allah dan sesama dengan benar sesuai kehendak-Nya.

Marilah kita makin mencintai Firman Allah untuk dapat mengerti kehendak-Nya sehingga pelayanan imamat kita menyenangkan Allah dan menjadi berkat bagi sesama. Jangan mudah mundur dari pelayanan hanya karena masalah-masalah duniawi; sebaliknya, makinlah giat beribadah dan melayani-Nya hingga akhir hayat kita. Dengan demikian Nama Tuhan makin dipermuliakan Amin.